Karena Motif Bintang Kejora, Seorang Pilot Asal Papua Dilarang Menerbangkan Pesawat di Indonesia

oleh -82 Dilihat
oleh

LENSANUSAKENARI.NET, Papua | Seorang Pilot pesawat udara asal Papua jebolan Epic Flight Academy, Florida, negara bagian Amerika Serikat, dilarang oleh Kementerian Perhubungan untuk menerbangkan pesawat udara dalam wilayah udara Indonesia. Pelarangan itu dialami oleh Yulvin Mote saat ia mendatangi kantor Kementerian Perhubungan di Jakarta Pusat guna mengurus lisensi.

Saat tiba di Jakarta menggunakan pesawat dari Texas, dijelaskan oleh Yulvin, besok harinya ia mendatangi Kementerian Perhubungan di instansi terkait pengurusan lisensi, dan ia diterima oleh salah satu pegawai instansi yang dimaksud.

Setelah menjelaskan secara singkat maksud dan tujuan, Yulvin kemudian diminta untuk menyerahkan identitas diri dan dokumen persyaratan seperti ijazah atau sertifikasi terkait keahliannya.

Tidak lama berselang, pegawai yang menerimanya tadi, kembali menemui Yulvin dan mengatakan bahwa ia tidak diizinkan untuk menerbangkan pesawat dalam wilayah udara Indonesia bahkan pegawai yang dimaksud oleh Yulvin tidak menjelaskan alasan dibalik pelarangan itu.

“Saya tidak diberikan penjelasan dan jawaban mengapa saya dilarang untuk terbangkan pesawat dalam wilayah udara Indonesia,” kata Yulvin seperti yang dikirimkan kepada kami melalui pesan aplikasi WhatsApp.

Kecewa, Yulvin cuma berpikir apa alasan dibalik pelarangan dirinya menerbangkan pesawat di Indonesia. Sementara di negara tempat ia sekolah penerbangan, memberikannya penawaran untuk bekerja di negara mereka.

“Bingung dan tidak tau mau buat apa dengan ijazah yang sudah saya dapat dengan susah payah dan banyak pengorbanan. Padahal saya bukan mantan kriminal atau mantan narapidana koruptor yang masih punya hak warga negara untuk berpolitik dan menjadi penyelenggara negara Indonesia,” kata Yulvin dalam pesannya.

Meski begitu, Yulvin tidak sangkal bahwa ia sempat ditahan oleh pegawai Kementerian Perhubungan, pegawai Imigrasi dan TNI AU yang bertugas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.

Kejadian penahanan, dijelaskan oleh Yulvin, itu terjadi saat dirinya baru tiba dari Singapura dan hendak masuk ruang kedatangan bandara.

“Saya sempat dicegat oleh petugas-petugas di bandara. Di situ ada pegawai imigrasi, pegawai perhubungan dan TNI Angkatan Udara,” jelas Yulvin dalam pesannya.

Motif Bintang Kejora, Yulvin menduga itu yang menjadi alasan ia dilarang untuk menerbangkan pesawat di Indonesia.

“Mereka mungkin larang saya karena kemarin (saat tiba di bandara dari Texas) saya ditahan di bandara saat saya dan penumpang lain mau masuk ke ruang kedatangan airport, dan mereka-mereka itu minta saya untuk lepas baju dan gelang motif bintang kejora yang saya pakai,” jelas Yulvin.

Sebelumnya, Yulvin mengatakan bahwa ia kecewa dengan sikap pemerintah yang tidak mengizinkannya untuk menerbangkan pesawat dalam wilayah udara Indonesia, padahal sejak ia sekolah mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas kemudian lanjut ke Training Indonesians for Transition to Institutional Programs (TITIP), Sentani, Kabupaten Jayapura. Tanpa sedikit pun ada bantuan baik dari Pemkab Paniai, Pemprov Papua dan Pemerintah Pusat.

Untuk soal biaya sekolah penerbangan di negara bagian Amerika Serikat, Florida, dikatakan oleh Yulvin bahwa itu berkat kerja keras kedua orang tuannya, keluarga dan tetangga di kampung halaman yang melakukan “Ebamukai” (istilah dalam suku Mee yang berarti ‘gelar tikar’ untuk siapa saja boleh datang memberikan sumbangan secara sukarela dan sesuai kemampuan).

Sementara Pemkab Paniai, dikatakan oleh Yulvin, tidak memberikan jawaban atau respon terkait permohonannya untuk bisa melanjutkan pendidikan sekolah penerbangan di Florida.

Yulvin tidak melakukan banyak hal saat ini di kampung halamannya, tetapi dirinya sangat kecewa karena ia cuma bisa menonton para pilot dari luar Papua melakukan parking, landing, dan flying pesawat udara di kampung halamannya, dengan jarak rumah yang tidak begitu jauh dari airport.

“Kesempatan kerja di maskapai penerbangan, untuk saya sebagai putra asli Papua, sudah diambil oleh orang lain. Dan sekali lagi, saya cuma dibuat sebagai penonton oleh pemerintah,” sesal Yulvin.

Sebagai catatan: kejadian pelarangan ini sudah terjadi sejak Tahun 2018 lalu. Tetapi Yulvin Mote, pria kelahiran Paniai Papua 1995 ini, tidak banyak bercerita kepada orang lain ataupun kepada media.

Yulvin sendiri yang mencoba untuk berkomunikasi dengan kami dan berhasil, kemudian ia meminta bantuan kami untuk membuat berita terkait peristiwa pelarangan terbang yang ia alami.

Kami juga sementara menyusun kisahnya dari kecil hingga saat ia tidak diakui sebagai warga negara Indonesia hanya karena sepotong baju dan gelang bermotif Bintang Kejora.

Tentang Penulis: Redaksi

Gambar Gravatar
Media ini adalah Citizen Journalism yang hadir dengan Gaya Milenial | Kontak Redaksi, E-mail : lensanusakenari@gmail.com | Alamat : Fanating, Alor, NTT